Tugas Softskill Bab II Bagian 2
A.
Pengertian Kebudayaan
Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam
bahasa Indonesia.
Kebudayaan
dalam bahasa Inggris disebut culture. Kata tersebut sebenarnya berasal dari
bahasa Latin = colere yang berarti pemeliharaan, pengelolaan tanah
menjadi tanah pertanian. Sedangkan kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu kata buddayah. Kata budayyah berasal dari kata budhi atau akal. manusia
memiliki unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa dan kehendak
(karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang disebut kebudayaan.
Dari uraian
diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
- Kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia
- Kebudayaan itu tidak diturunkan secara biologis melainkan diperoleh melalui proses belajar
- Kebudayaan itu didapat, didukung dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo
Soedmardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,rasa,
dan cipta masyarkat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh
pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedagkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial,religi, seni, dll, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B.
Pengaruh Kebudayaan Terhadap Perilaku Konsumen
Pengertian
perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang
diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen
untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang
ditawarkan. Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993)
adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang
semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau
mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.
Menurut
Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen
untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
- Model perilaku konsumen
Konsumen
mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan perusahaan
besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk menjawab
pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana
dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli. Pertanyaan
sentral bagi pemasar: Bagaimana konsumen memberikan respon terhadap berbagai
usaha pemasaran yang dilancarkan perusahaan? Perusahaan benar−benar memahami
bagaimana konsumen akan memberi responterhadap sifat-sifat produk, harga dan
daya tarik iklan yang berbeda mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
- Faktor Budaya
Faktor
budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen.
Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan
kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan
perilaku seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
- Pengaruh Budaya Yang Tidak Disadari
Dengan
adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan . Dengan memahami
beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam
memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat
mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan
otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja.
Ketika kita ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita akan otomatis menjawab,
“ya karena memang sudah seharusnya seperti itu”. Jawaban itu sudah berupa
jawaban otomatis yang memperlihatkan pengaruh budaya dalam perilaku kita.
Barulah ketika seseorang berhadapan dengan masyarakat yang memiliki budaya,
nilai dan kepercayaan yang berbeda dengan mereka, lalu baru menyadari bahwa
budaya telah membentuk perilaku seseorang. Kemudian akan muncul apresiasi
terhadap budaya yang dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya yang
berbeda. Misalnya, di budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi dua
kali sehari dengan pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan
yang baik bila dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya
menggosok gigi dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan
bereaksi terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang
mereka miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata
budaya mereka sendiri.
- Pengaruh Budaya dapat Memuaskan Kebutuhan
Budaya yang
ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya dalam suatu
produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan masalah dengan
menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam memuaskan kebutuhan fisiologis,
personal dan sosial. Misalnya dengan adanya budaya yang memberikan peraturan
dan standar mengenai kapan waktu kita makan, dan apa yang harus dimakan tiap
waktu seseorang pada waktu makan.
Begitu juga
hal yang sama yang akan dilakukan konsumen misalnya sewaktu mengkonsumsi
makanan olahan dan suatu obat.
- Pengaruh Budaya dapat Dipelajari
Budaya dapat
dipelajari sejak seseorang sewaktu masih kecil, yang memungkinkan seseorang
mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan kebiasaan dari lingkungan yang
kemudian membentuk budaya seseorang. Berbagai macam cara budaya dapat
dipelajari. Seperti yang diketahui secara umum yaitu misalnya ketika orang
dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota keluarganya yang lebih
muda mengenai cara berperilaku. Ada juga misalnya seorang anak belajar dengan
meniru perilaku keluarganya, teman atau pahlawan di televisi. Begitu juga dalam
dunia industri, perusahaan periklanan cenderung memilih cara pembelajaran
secara informal dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat. Misalnya
dengan adanya pengulangan iklan akan dapat membuat nilai suatu produk dan
pembentukan kepercayaan dalam diri masyarakat. Seperti biasanya iklan sebuah
produk akan berupaya mengulang kembali akan iklan suatu produk yang dapat
menjadi keuntungan dan kelebihan dari produk itu sendiri. Iklan itu tidak hanya
mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai keuntungan dari suatu
produk, namun dapat juga memepengaruhi persepsi generasi mendatang mengenai
keuntungan yang akan didapat dari suatu kategori produk tertentu.
- Pengaruh Budaya yang Berupa Tradisi
Tradisi
adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan serangkaian
langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian yang pasti dan
terjadi berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan selama kehidupan manusia, dari
lahir hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat bersifat umum. Hal yang penting dari
tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung masih
berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya. Misalnya yaitu natal, yang
selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk tradisi-tradisi misalnya
pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan acara
tersebut.
C. Struktur
Konsumsi
Secara
matematis struktur konsumsi yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai
hasil dari keseimbangan antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran)
dengan kebijakan distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian
pada tiap harga (permintaan). dari bahasa belanda consumptie, ialah suatu
kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu
benda baik berupa barang maupu jasa untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan secara langsung. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan
atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan),
maka dia disebut pengecer atau distributor. Pada masa sekarang ini bukan
suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh
karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya
memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen. Secara matematis struktur
konsumsi yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari
keseimbangan antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan
kebijakan distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada
tiap harga (permintaan).
D. Dampak
Nilai- Nilai Inti Terhadap Pemasar
- Kebutuhan
Konsep dasar
yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah
pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang
kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena ukan hanya fisik
(makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi diri,
sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat
konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk atau jasa yang dapat
memuaskan kebutuhan tersebut.
- Keinginan
Bentuk
kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaza dan kepribadian individual dinamakan
keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan memuaskan
kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan yang
spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin luas,
tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga dibutuhkan
perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan manusia
dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi keterbatasan
sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk memuaskan
lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya
akan memenuhi kebutuhan makannya dengan gudeg, orang Jepang akan memuaskan
keinginannya dengan makanan sukayaki dll.
- Permintaan
Dengan
keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya
manusia menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat yang paling
memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan menusia akan
produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
Jadi suatu
budaya boleh saja di lestarikan dan di jaga utuh ,tetapi suatu budaya jangan di
jadikan sebuah konsumsi yang berlebihan atau beban,gunakan budaya sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan kalau tidak sesuai malah akan jadi salah kaprah.
Mempelajari budaya yang modern dan cangih bisa menaikan pendapatan seperti
halnya berbisnis online.
E. Perubahan
Nilai
- Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
- Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
- Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
- Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
- Variasi nilai perubahan dalam
nilai budaya terhadap pembelian dan konsumsi
Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
2. Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina. - Usia muda/tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya. - Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada beberapa budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga para orang dewasa muda di Thailand yang hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga mereka. Yang lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga yaitu seperti diskusi keluarga diantara mereka.
F. Perubahan
Institusi
Lembaga/institusi
bersifat berubah. Perubahan dapat terjadi pada setiap level. Tidak ada lembaga
yang bersifat permanen. Ia akan selalu berubah menuju tatanan kelembagaan
(institutional arrangement) yang lebih efisien. Banyak teori yang menjelaskan
mengenai perubahan kelembagaan. Dari sejumlah teori yang ada, Schlueter dan
Hanisch (1999) mengklasifikasi teori perubahan kelembagaan dalam tiga kelompok,
yaitu: berdasarkan efisiensi ekonomi; berdasarkan teori distribusi konflik
(distributional conflict theory); dan berdasarkan teori kebijakan publik.
Teori
perubahan kelembagaan berbasiskan efisiensi ekonomi memiliki tiga arus
pemikiran utama. Arus pemikiran pertama disampaikan oleh Prof. Friedrich Hayek,
ekonom terkemuka Austria dan pendukung utama ekonomi neo klasik. Menurut Hayek,
perubahan kelembagaan bersifat spontan, tidak disengaja, namun merupakan hasil
dari tindakan yang disengaja (Hayek, 1968). Artinya bahwa seseorang atau
sekelompok masyarakat tidak akan membuat sebuah lembaga/aturan bila tidak ada
dorongan yang menuntut aturan tersebut harus ada. Yang dimaksud Hayek,
“perubahan kelembagaan bersifat spontan” adalah bahwa lahirnya dorongan untuk
menciptakan atau merubah kelembagaan bersifat spontan (unintenationally).
Sedangkan aktifitas membuat atau mewujudkan kelembagaannya bersifat disengaja (intentional).
Sebagai contoh, pembuatan perda tentang pengelolaan sumberdaya air tanah
merupakan tindakan yang disengaja, tapi lahirnya kebutuhan adanya perda
tersebut bersifat spontan sebagai respons terhadap situasi yang berkembang.
Cabang kedua
tentang teori perubahan kelembagaan mengatakan bahwa sebuah lembaga/aturan
berubah karena adanya upaya melindungi hak-hak kepemilikan (property rights).
Artinya, seseorang atau anggota masyarakat terdorong membuat sebuah aturan
tujuan utamanya adalah untuk melindungi hak-hak kepemilikan dari gangguan yang
datang dari luar. Adanya land tenure system (sistem kepemilikan lahan) dalam
masyarakat adat bertujuan agar hak-hak lahan terdistribusi di antara anggota
masyarakat adat tersebut dan mereka memiliki kepastiang mengenai hal tersebut.
Pemikiran ini disampaikan antara lain oleh Posner (1992).
Pemikiran
ketiga perubahan ekonomi kelembagaan berdasarkan atas efisiensi ekonomi antara
lain disampaikan oleh Oliver Williamson, Professor Ekonomi dan Hukum.
Menurutnya, lembaga/aturan akan terus berubah/bergerak dinamis sebagai upaya
meminimumkan biaya transaksi (transaction cost) (Williamson, 2000). Perubahan
biaya informasi, penegakan hukum, perubahan harga, teknologi dll mempengaruhi
insentif/motivasi seseorang dalam berinteraksi dengan pihak lain. Hal ini akan
berpengaruh pada perubahan kelembagaan (North, 1990). Perubahan harga relatif
faktor produksi akan mendorong pihak yang terlibat dalam transaksi melakukan
negosiasi untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan baru. Perubahan kesepakatan
atau kontraktual akan sangat sulit tanpa perubahan aturan main. Oleh karena
itu, North menegaskan, perubahan harga membawa pada perubahan aturan main.
Selain itu,
kelembagaan juga tidak resisten terhadap perubahan selera atau kesukaan anggota
masyarakat/aktor-aktor yang terlibat dalam sebuah komunitas. Perubahan
tersebut, sebagaimana diyakini North (1990), akan mengancam existensi
kelemabagaan yang ada. Jika para aktor mersakan bahwa kelembagaan yang berlaku
sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan atau kondisi lingkungan yang ada,
maka ia akan berusaha melakukan perubahan kelembagaan agar lebih akomodatif
terhadap lingkungan yang baru. Kehilangan nilai budaya, norma, tradisi dll dari
sebuah komunitas merupakan contoh perubahan kelembagaan karena adanya perubahan
kondisi lingkungan, baik karena pengaruh eksternal sosial ekonomi komunitas
tersebut maupun karena faktor internal. Sebagai contoh, permintaan pasar ikan
karang yang tinggi dengan harga yang sangat bagus merupakan insentif bagi
nelayan untuk menangkap ikan sebanyak mungkin. Karena itu, larangan menangkap
ikan karang sebagaimana berlaku di beberapa kawasan konservasi laut dianggap
oleh para nelayan sebagai faktor penghambat mencari keuntungan ekonomi.
Sehingga, nelaya akan berusaha mengubah, mencabut atau mengabaikan larangan
tersebut. Pencabutan atau perubahan sebagian dari aturan tersebut merupakan
bentuk perubahan kelembagaan.
Demikian
juga, ketika undang-undang no. 24/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dianggap
sudah tidak relevan lagi dengan kondisi terkini sehingga tidak effektif, maka
pemerintah mengupayakan perubahan atas undang-undang tersebut yang drafnya kini
sedang dibahas. Pada saat undang-udang tentang tata ruang dirasa sudah tidak
sesuai lagi maka pemerintah akan berupaya menggantinya dengan undang-undang
baru yang bisa lebih baik. Perubahan kelembagaan akan terus berlangsung untuk
meminimumkan biaya transaksi.
Teori kedua
yang menjelaskan perubahan kelembagaan adalah distributional conflic theory.
Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa setiap aktor dalam sebuah arena
(komunitas) memiliki perbedaan kepentingan dan kekuatan. Perbedaan kepentingan
ini merupakan sumber konflik. Setiap aktor yang terlibat konflik akan berusaha
mencari solusi atas konflik tersebut dengan memanfaatkan keuatan (power) yang
ia miliki dengan jalan mengubah aturan main yang berlaku. Aktor yang dapat
mengendalikan power atau memiliki power lebih baik, misalnya karena menguasai
informasi, akses politik, modal, dll, akan mengendalikan proses perubahan
tersebut agar berpihak pada kepentingannya (Knight, 1992). Perubahan
kelembagaan tersebut bukan untuk memuaskan semua pihak atau untuk mencapai
kepentingan kolektif melainkan untuk kepentingan mereka yang punya kekuatan.
Proses perubahan tersebut bisa disengaja atau bisa pula sebagai konsekuensi
dari stratrgi mencari keuntungan dari aktor-aktor yang bermain. Oleh karena
itu, sering ditemukannya tarik menarik dalam proses pembuatan undang-undang
karena adanya perbedaan kepentingan dari setiap aktor yang bermain. Mereka
tidak peduli apakah kelembagaan baru tersebut akan lebih efisien atau tidak.
Yang penting, bagaimana agar aturan main yang baru tersebut dapat menguntungkan
kelompoknya (Knight, 1992).
Mengenai
power, Knight (1992) mendefinisikannya sebagai kekuatan untuk mempengaruhi
orang lain agar bertindak sesuai dengan kepentingannya. Jika “A” lebih powerful
dari pada “B”, maka “A” akan mampu memaksa “B” mengadopsi aturan main yang ide
utamanya berasal dari “A” atau dibuat oleh “A”. Dalam hal ini, pada awalnya “A”
tidak memikirkan kepentingan “B” meskipun pada akhirnya bisa jadi aturan baru
tersebut juga menguntungkan “B”. Dalam hal ini, ketaatan kelompok B atas
kelembagaan baru bukan karena mereka setuju dengan isinya, atau
menguntungkannya, melainkan karena mereka tidak mampu membuat yang lebih
menguntungkan baginya. Kondisi ini, menurut Knight, akan terus berlangsung
selama power resources tidak terdistribusi secara merata atau asymmetric power
condition.
Sumber :
Komentar